Aliefmedia, Jakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan setelah memerintahkan pencabutan penangguhan pengiriman bom seberat 2.000 pon yang sebelumnya diberlakukan oleh mantan Presiden Joe Biden. Langkah ini langsung menuai reaksi dari berbagai pihak, mengingat dampak bom tersebut pada konflik di Timur Tengah.
Gambar Istimewa: encrypted-tbn0.gstatic.com
“Kami telah mengizinkannya. Hari ini kami akan mengirimkannya. Mereka telah membayar dan sudah menunggu sejak lama. Bom-bom itu hanya tersimpan,” ungkap Trump kepada awak media di atas pesawat kepresidenan Air Force One, seperti dilaporkan Reuters, Minggu (26/1/2025).
Keputusan ini bertolak belakang dengan kebijakan Biden yang menunda pengiriman bom kepada Israel, mengingat risiko besar terhadap warga sipil, khususnya di wilayah Rafah, Gaza. Sebelumnya, Biden sempat mengirim ribuan bom serupa pada 2023 setelah serangan Hamas dari Gaza, namun menahan satu pengiriman terakhir karena alasan kemanusiaan.
Bom Berdaya Ledak Besar yang Kontroversial
Bom seberat 2.000 pon ini memiliki kemampuan merobek beton tebal serta logam, menciptakan radius kehancuran yang sangat luas. Dampaknya dikhawatirkan akan memperburuk kondisi warga sipil di Gaza yang sudah menderita akibat konflik berkepanjangan. Meski demikian, Trump berdalih bahwa pengiriman bom tersebut harus dilakukan karena Israel telah membayarnya.
“Kenapa saya setujui? Karena mereka membelinya,” tegas Trump, yang selama ini dikenal sebagai pendukung setia Israel, mirip dengan pendahulunya.
Bantuan Miliaran Dolar AS untuk Israel
Sejak perang di Gaza pecah, Amerika Serikat telah mengumumkan bantuan bernilai miliaran dolar untuk mendukung Israel. Langkah ini dikritik oleh banyak kelompok pembela hak asasi manusia yang menyoroti dampak kemanusiaan dari serangan Israel di Gaza. Para pengunjuk rasa juga kerap mendesak embargo senjata ke Israel, namun tuntutan tersebut tidak membuahkan hasil.
Pemerintah AS membenarkan dukungan mereka sebagai langkah mempertahankan Israel dari ancaman kelompok militan yang didukung Iran, seperti Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman. Namun, langkah Trump ini dinilai dapat memicu eskalasi baru dalam konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.
Dinamika Gencatan Senjata dan Pertukaran Sandera
Konflik terbaru di Gaza memasuki fase gencatan senjata selama sepekan terakhir. Perjanjian ini memungkinkan pembebasan beberapa sandera Israel yang ditahan oleh Hamas, dengan imbalan tahanan Palestina yang berada di bawah kendali Israel. Meski demikian, situasi masih rapuh dan dapat berubah sewaktu-waktu.
Sebelum dilantik kembali sebagai presiden pada 20 Januari, Trump telah mengeluarkan pernyataan keras terhadap Hamas. Ia menyebut akan ada “neraka yang harus dibayar” jika sandera yang ditahan di Gaza tidak segera dibebaskan. Hingga saat ini, sekitar 250 sandera Israel masih berada di tangan Hamas, menurut data pemerintah Israel.
Kritik dan Dukungan Terhadap Kebijakan Trump
Langkah Trump ini semakin menegaskan keberpihakannya pada Israel, meskipun AS kerap mendapat kritik tajam atas dukungannya. Sementara itu, Israel terus berupaya mendapatkan simpati internasional dengan narasi pertahanan diri dari serangan kelompok militan.
Kebijakan terbaru ini diprediksi akan memengaruhi dinamika politik internasional, khususnya dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Timur Tengah. Dunia kini menanti apakah langkah ini akan membawa stabilitas atau justru memperburuk situasi di wilayah tersebut.