Aliefmedia, Jumlah negara bagian di Amerika Serikat yang menentang perintah eksekutif kontroversial Presiden Donald Trump terus bertambah. Hingga saat ini, 22 negara bagian telah bergabung dalam gugatan hukum yang bertujuan membatalkan kebijakan yang dinilai melanggar hak kewarganegaraan berdasarkan tempat lahir di wilayah AS.
Gambar Istimewa : detik.net.id
Menurut pernyataan resmi Kantor Jaksa Agung Negara Bagian Washington, Jaksa Agung Nick Brown menegaskan bahwa Washington memimpin gugatan federal yang melibatkan banyak negara bagian. “Gugatan ini bertujuan menentang perintah inkonstitusional Presiden Trump yang berusaha mencabut kewarganegaraan ribuan warga Amerika, termasuk bayi-bayi yang lahir setiap tahun di Washington,” ujar Brown. Selain Washington, negara bagian seperti Oregon, Arizona, dan Illinois turut ambil bagian dalam gugatan ini.
Dasar Hukum Gugatan
Gugatan yang diajukan menyatakan bahwa Presiden tidak memiliki kewenangan untuk mengubah Konstitusi atau menetapkan aturan baru yang mengesampingkan hak kewarganegaraan yang dijamin oleh Amandemen Keempat Belas Konstitusi AS. “Tidak ada ketentuan dalam Konstitusi yang memberi wewenang kepada Presiden untuk menentukan siapa yang layak atau tidak layak mendapatkan kewarganegaraan saat lahir,” bunyi pernyataan tersebut.
Langkah ini mendapat dukungan luas dari negara bagian lainnya. Jaksa Agung New Jersey, Matt Platkin, pada hari yang sama mengumumkan pembentukan koalisi 18 negara bagian, Distrik Columbia (ibu kota AS), dan Kota San Francisco yang juga mengajukan gugatan serupa di Massachusetts. Mereka menilai kebijakan Trump merupakan “pelanggaran terang-terangan terhadap Konstitusi dan Pasal 1401 Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan.”
Serangkaian Kontroversi di Awal Kepemimpinan Trump
Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS ke-47 pada 20 Januari 2025. Dalam waktu singkat, ia menandatangani sejumlah perintah eksekutif yang menuai kritik di dalam dan luar negeri. Beberapa kebijakan yang memicu kontroversi termasuk:
- Mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika.
- Mengklasifikasikan kartel sebagai organisasi teroris asing.
- Membatasi pengakuan gender dalam administrasi pemerintah AS hanya pada laki-laki dan perempuan.
- Menarik keanggotaan AS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kesepakatan Iklim Paris.
Langkah-langkah ini menambah daftar panjang kebijakan Trump yang dinilai melanggar norma dan konstitusi. Banyak pihak, termasuk pakar hukum dan aktivis hak asasi manusia, menilai bahwa kebijakan tersebut mengancam nilai-nilai demokrasi dan keadilan.
Apa Dampaknya?
Jika gugatan ini berhasil, maka perintah eksekutif Trump terkait kewarganegaraan akan dibatalkan, dan hak kewarganegaraan berdasarkan kelahiran di AS akan tetap dilindungi. Namun, proses hukum ini diperkirakan akan memakan waktu lama, mengingat kompleksitas hukum dan kemungkinan banding di pengadilan yang lebih tinggi.
Di sisi lain, upaya ini mencerminkan solidaritas antara negara bagian dalam melawan kebijakan federal yang dianggap melanggar konstitusi. “Kami tidak akan diam saja ketika nilai-nilai konstitusional AS dilanggar. Ini adalah tanggung jawab kami untuk melindungi hak-hak warga negara,” tegas Jaksa Agung Brown.
Dengan dukungan luas dari berbagai negara bagian, gugatan terhadap perintah eksekutif Donald Trump menjadi bukti nyata perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai tidak adil dan melanggar hukum. Perkembangan kasus ini akan menjadi perhatian utama publik, baik di AS maupun di dunia internasional. Apakah upaya hukum ini akan berhasil? Waktu yang akan menjawab.