Aliefmedia, Jalur Gaza – Konflik berkepanjangan di Jalur Gaza telah membawa dampak besar bagi masyarakat Palestina, terutama anak-anak. Perang yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah menyebabkan lebih dari 38.000 anak Palestina menjadi yatim setelah kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka. Fakta ini disampaikan oleh Pejabat Kementerian Kesehatan Gaza, Zaher al-Wahidi, dalam pernyataan kepada Anadolu Agency.
Gambar Istimewa : kompas.id
Menurut laporan yang dirilis, sekitar 32.151 anak kehilangan ayah mereka, sementara 4.417 anak kehilangan ibu mereka, dan 1.918 anak kehilangan kedua orang tua mereka. Kondisi ini memperlihatkan betapa parahnya dampak kemanusiaan yang ditimbulkan oleh perang di wilayah tersebut.
“Angka-angka ini mencerminkan sejauh mana penderitaan yang dialami oleh rakyat Gaza,” kata al-Wahidi. Ia juga menegaskan pentingnya tindakan segera dari berbagai pihak internasional untuk membantu anak-anak yatim ini dan keluarga terdampak lainnya. “Hal ini menuntut semua pihak untuk bekerja secara mendesak dalam meringankan penderitaan anak-anak yatim dan keluarga yang terdampak serta membangun kembali kehidupan mereka,” tambahnya.
Korban Jiwa dan Krisis Kemanusiaan
Sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023, data terbaru menunjukkan bahwa hampir 47.200 warga Palestina telah tewas, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Lebih dari 111.160 orang terluka, sementara lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang akibat serangan Israel ke wilayah tersebut. Serangan ini juga menyebabkan kehancuran infrastruktur yang sangat parah, termasuk rumah, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya.
Fase pertama dari kesepakatan gencatan senjata di Gaza dimulai pada 19 Januari 2025. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk menghentikan perang yang telah menciptakan salah satu krisis kemanusiaan global terburuk dalam sejarah modern. Gencatan senjata ini dibagi menjadi tiga fase, mencakup pertukaran tahanan, pengurangan ketegangan, dan rencana untuk mencapai kesepakatan damai permanen. Salah satu poin penting dalam kesepakatan ini adalah penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Namun, dampak perang yang sangat luas membuat proses pemulihan menjadi tantangan besar. Selain korban jiwa, perang ini juga memicu krisis kemanusiaan akut, termasuk kekurangan makanan, air bersih, dan layanan medis. Anak-anak dan lansia menjadi kelompok paling rentan di tengah situasi ini.
Tuntutan Hukum Internasional
Tindakan Israel di Gaza tidak hanya memicu kemarahan masyarakat internasional, tetapi juga membawa kasus ini ke ranah hukum global. Pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel juga menghadapi tuntutan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas agresi militernya di Gaza.
Dukungan Internasional yang Dibutuhkan
Para aktivis kemanusiaan dan organisasi internasional menyerukan tindakan cepat untuk membantu pemulihan di Gaza. Anak-anak yang kehilangan orang tua mereka membutuhkan perhatian khusus, termasuk akses ke pendidikan, dukungan psikologis, dan tempat tinggal yang layak. Sementara itu, masyarakat internasional didesak untuk memberikan tekanan politik dan bantuan dalam proses rekonstruksi wilayah tersebut.
Tragedi yang terjadi di Gaza tidak hanya menjadi luka mendalam bagi rakyat Palestina, tetapi juga menjadi pengingat bagi dunia tentang pentingnya perdamaian dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dengan lebih dari 38.000 anak menjadi yatim, ribuan perempuan kehilangan pasangan, dan kehancuran yang meluas, krisis ini menuntut perhatian global yang serius.
Langkah-langkah mendesak perlu diambil untuk menghentikan penderitaan lebih lanjut dan membangun kembali kehidupan warga Gaza. Dunia harus bersatu untuk memastikan bahwa tragedi seperti ini tidak terulang di masa depan.