Aliefmedia, Jakarta – Polemik pemasangan pagar laut di Tangerang, Banten, terus menjadi sorotan publik. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, menghadapi desakan untuk mempertanggungjawabkan moral dan politik terkait permasalahan ini. Kritik keras datang dari berbagai pihak, salah satunya Anggota Komisi IV DPR Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, yang mempertanyakan sikap pasif KKP dalam menangani masalah tersebut.
Firman menyatakan bahwa Komisi IV DPR sempat geram dan kecewa terhadap kinerja Sakti Wahyu Trenggono. Pasalnya, KKP dianggap tidak hadir ketika pagar laut tersebut mulai dipasang dan justru seolah-olah membiarkan masalahnya berlarut-larut. “Kementerian KKP itu di mana? Padahal mereka memiliki aparat, ada Ditjen pengawasan,” ujar Firman dalam pernyataan resminya, Jumat (7/2/2025).
Firman juga menyoroti situasi dalam rapat kerja Komisi IV DPR bersama Menteri Sakti. Menurutnya, rasa marah yang muncul bukanlah bentuk ketidaksukaan terhadap pribadi sang menteri, melainkan karena adanya kesan pembiaran dari KKP. “Kemarahan ini bukan karena ketidaksukaan terhadap menterinya, tetapi karena beliau seperti melakukan pembiaran,” katanya.
Instruksi Presiden Tak Kunjung Dilaksanakan
Kritik semakin tajam ketika Presiden Prabowo Subianto secara tegas memerintahkan TNI AL untuk mencabut pagar laut tersebut. Firman menyebut bahwa sikap tegas Presiden Prabowo menunjukkan bentuk ketidakpuasan terhadap kinerja KKP. Dengan gaya bahasa tubuh yang jelas, Prabowo seolah mengindikasikan kemarahannya terhadap kementerian yang memiliki wewenang pengawasan dan perizinan, tetapi justru terkesan diam.
“Sebagai orang Jawa, saya bisa membaca bahasa tubuh Presiden Prabowo. Itu adalah bentuk kemarahan. Beliau kecewa karena pihak yang memiliki otoritas justru tidak melakukan tindakan yang semestinya,” ujar Firman.
Selain itu, Firman menyoroti ketidaktegasan Sakti Wahyu Trenggono dalam memberikan penjelasan terkait permasalahan pagar laut ini. Menurutnya, jawaban yang diberikan tidak mampu memuaskan Komisi IV DPR maupun publik. Hal ini memunculkan desakan agar Sakti mempertanggungjawabkan secara moral dan politik atas jabatannya sebagai menteri.
Tuntutan Pertanggungjawaban Moral dan Politik
Firman menegaskan bahwa jabatan menteri adalah posisi politik yang memiliki tanggung jawab besar terhadap rakyat dan presiden. Ketika perintah presiden tidak dilaksanakan, hal ini menjadi pertanyaan besar mengenai komitmen seorang menteri dalam menjalankan tugasnya. “Ketika seorang menteri pembantu presiden tidak melaksanakan perintah presiden, itu artinya apa? Teman-teman bisa menerjemahkan sendiri,” tegas Firman.
Lebih lanjut, Firman menyerahkan keputusan akhir kepada Presiden Prabowo Subianto, apakah Sakti perlu dicopot dari jabatannya atau tidak. Namun, ia berharap presiden mendengarkan suara rakyat yang menginginkan adanya pertanggungjawaban dari pihak terkait.
“Kalau reshuffle itu kan hak prerogatif presiden. Mudah-mudahan suara rakyat didengar,” pungkas Firman.
Polemik pagar laut di Tangerang menjadi ujian berat bagi Menteri Sakti Wahyu Trenggono. Desakan dari DPR dan instruksi tegas Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut etika kepemimpinan. Sebagai seorang menteri, Sakti dihadapkan pada tuntutan untuk mempertanggungjawabkan moral dan politiknya. Keputusan akhir kini berada di tangan Presiden, sementara rakyat berharap adanya langkah tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini.