Aliefmedia, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menyoroti isu penggunaan senjata api di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah insiden penembakan yang melibatkan seorang eks prajurit TNI di Belitung, Bangka Belitung. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan mendalam karena menyasar sesama anggota TNI. Dalam kasus ini, pelaku yang telah menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) menunjukkan bahwa ada celah dalam pengawasan terhadap personel militer.
Gambar Istimewa : dpr.go.id
Anggota Komisi I DPR, Jazuli Juwaini, menyatakan perlunya evaluasi menyeluruh terkait pengawasan penggunaan senjata oleh prajurit TNI. Ia menegaskan bahwa senjata organik TNI harus digunakan secara bijak dan tidak boleh disalahgunakan untuk tindakan kriminal. “Kami sangat prihatin. Kali ini eks anggota TNI meletuskan senjata tidak pada tempatnya hingga melukai anggota TNI lainnya. Dalam insiden lain, anggota aktif TNI bahkan menyebabkan kematian warga sipil, seperti kasus penembakan bos rental mobil beberapa waktu lalu,” ujar Jazuli.
Pentingnya Evaluasi Psikologis dan Disiplin Prajurit
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menggarisbawahi bahwa TNI sebagai institusi pertahanan harus dipimpin oleh personel yang matang secara psikologis. Ia meminta agar evaluasi berkala dilakukan terhadap kondisi psikologis dan disiplin prajurit, termasuk kelayakan mereka dalam memegang senjata api.
“Disiplin dan kesiapan mental prajurit harus menjadi prioritas. Terlebih lagi, bagi anggota TNI yang melakukan desersi, pengawasannya perlu diperketat agar tindakan serupa tidak terulang,” tegas Jazuli.
Langkah Preventif dan Tindak Tegas untuk Menjaga Kredibilitas TNI
Dalam pernyataan tertulisnya, Jazuli juga menegaskan bahwa TNI memiliki tanggung jawab besar sebagai lembaga bersenjata negara. Oleh karena itu, pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penggunaan senjata harus dijalankan secara ketat. “Sangat berbahaya jika senjata digunakan secara sembarangan tanpa mematuhi SOP. Apalagi jika digunakan untuk tindakan pidana,” cetusnya.
Komisi I DPR berencana meminta laporan evaluasi dari TNI mengenai sistem pembinaan prajurit dan pengawasannya. Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi akar masalah serta menyusun kebijakan yang lebih efektif dalam menjaga disiplin prajurit. Jazuli menambahkan bahwa pihaknya akan mendukung upaya TNI untuk memperbaiki sistem internal agar kejadian serupa tidak mencoreng nama baik institusi.
Sanksi Tegas untuk Oknum Pelaku
Lebih lanjut, Jazuli menyerukan agar oknum prajurit yang terbukti melakukan tindak pidana diberikan hukuman berat, termasuk pemberhentian tidak hormat. Menurutnya, langkah ini akan memberikan efek jera kepada prajurit lainnya. “Selain sanksi, yang lebih penting adalah bagaimana institusi dapat mencegah agar insiden seperti ini tidak terjadi lagi di masa depan,” pungkasnya.
Peran Penting Pengawasan dan Pembinaan
Kritik yang disampaikan oleh DPR ini menyoroti perlunya pengawasan ketat, pembinaan yang komprehensif, dan evaluasi berkala terhadap personel TNI. Sebagai garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara, setiap prajurit TNI dituntut untuk memiliki kedisiplinan dan tanggung jawab yang tinggi, termasuk dalam penggunaan senjata api. Langkah-langkah preventif dan sanksi tegas diharapkan dapat memperkuat kredibilitas dan integritas institusi TNI di mata masyarakat.