“Ini adalah keputusan yang tidak hanya mengejutkan tetapi juga memberikan harapan besar bagi demokrasi kita,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/1/2025).
Putusan yang Mengagetkan
Menurut Muzani, putusan ini mengagetkan banyak pihak, termasuk dirinya. Pasalnya, selama bertahun-tahun, berbagai elemen masyarakat telah mengajukan gugatan serupa tanpa hasil.
Gambar Istimewa : kabarpolitik.com
“Sejak lama, banyak pihak dari organisasi, lembaga, partai politik, hingga individu mencoba menggugat pasal terkait ambang batas presiden. Namun, tak ada satu pun yang berhasil. Bahkan, tercatat lebih dari 30 kali gugatan telah diajukan, semuanya ditolak,” ungkapnya.
Keputusan MK kali ini dinilai menjadi momen bersejarah karena membuka peluang lebih besar bagi munculnya kandidat presiden dari berbagai latar belakang. Muzani menegaskan bahwa langkah ini sangat penting untuk memastikan demokrasi tetap inklusif dan tidak didominasi oleh segelintir pihak.
MK Cabut Presidential Threshold 20%
Keputusan MK ini resmi mencabut ambang batas presiden sebesar 20%. Dalam sidang yang digelar pada Kamis (2/1/2025), Ketua MK, Suhartoyo, membacakan putusan yang mengabulkan permohonan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Jakarta.
MK menilai Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut mengatur bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
“Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tegas Suhartoyo.
Dampak Bagi Demokrasi Indonesia
Keputusan ini membuka peluang besar bagi partai politik yang sebelumnya tidak memenuhi syarat presidential threshold untuk mengajukan kandidat presiden. Dengan hilangnya aturan ini, sistem demokrasi Indonesia diharapkan menjadi lebih kompetitif dan memungkinkan munculnya lebih banyak alternatif pemimpin.
“Langkah ini menunjukkan bahwa MK mendengarkan aspirasi rakyat dan memberikan ruang bagi demokrasi yang lebih sehat. Ini adalah awal yang baik untuk 2025,” kata Muzani.
Respons Publik
Keputusan ini menuai berbagai respons dari masyarakat dan pengamat politik. Banyak yang menyambutnya sebagai langkah maju untuk demokrasi, meskipun ada juga yang mengkhawatirkan potensi fragmentasi politik. Namun, satu hal yang pasti, keputusan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah pemilu Indonesia.