Eks Penyidik KPK Desak Hukuman Lebih Berat bagi Koruptor: Vonis Ringan Dikhawatirkan Jadi Preseden Buruk

Aliefmedia, Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, menegaskan perlunya hukuman lebih berat bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Pernyataan tersebut muncul setelah putusan

Redaksi

Aliefmedia, Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, menegaskan perlunya hukuman lebih berat bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Pernyataan tersebut muncul setelah putusan vonis ringan yang dijatuhkan kepada dua terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk.

Gambar Istimewa : kanalinspirasi.com

Jangan sampai ada lagi hukuman ringan bagi para pelaku tindak pidana korupsi,” ujar Yudi saat diwawancarai oleh Beritanasional.com, Rabu (1/1/2025). Menurutnya, korupsi yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah seharusnya mendapatkan ganjaran yang setimpal. Ia menyoroti vonis terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim, yang dinilai terlalu ringan dan tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

Kerugian Negara dan Dampak Lingkungan yang Masif

Yudi menjelaskan bahwa kasus korupsi tata niaga timah ini tidak hanya berdampak pada aspek finansial, tetapi juga memberikan efek buruk terhadap lingkungan. “Kerugian negara mencapai ratusan triliun, dan dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal ini bersifat jangka panjang,” ungkapnya.

Kerusakan lingkungan tersebut, menurut Yudi, merupakan salah satu alasan utama mengapa vonis ringan menjadi sorotan publik. Ia mengingatkan bahwa pemberian hukuman yang tidak tegas dapat memberikan sinyal negatif bagi para pelaku korupsi lainnya.

Vonis yang Menimbulkan Polemik

Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis kepada Harvey Moeis dan Helena Lim. Harvey dijatuhi hukuman penjara selama 6,5 tahun, sedangkan Helena hanya 5 tahun. Selain hukuman penjara, Harvey dikenai denda sebesar Rp 1 miliar dan diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Sementara itu, Helena dikenai denda Rp 750 juta dan uang pengganti Rp 900 juta.

Meski hukuman tersebut sudah mencakup kewajiban membayar uang pengganti, Yudi menilai putusan ini masih belum memberikan efek jera. Hakim memberikan keringanan kepada kedua terdakwa dengan alasan belum pernah dihukum sebelumnya, bersikap sopan selama persidangan, serta memiliki tanggungan keluarga.

Harapan untuk Reformasi Sistem Hukum

Yudi Purnomo berharap agar sistem peradilan Indonesia lebih serius dalam menangani kasus korupsi. Ia menyarankan agar vonis terhadap pelaku korupsi mencerminkan keadilan yang sesuai dengan tingkat kejahatan mereka. “Harapan ini bukan sesuatu yang muluk-muluk, karena masyarakat membutuhkan kepastian hukum yang adil dan tegas,” tegas Yudi.

Menurutnya, vonis ringan tidak hanya merugikan negara tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Ia mengajak semua pihak untuk mendukung langkah pemberantasan korupsi secara menyeluruh, termasuk memperkuat regulasi dan meningkatkan pengawasan di sektor-sektor strategis.

Korupsi: Ancaman bagi Masa Depan Bangsa

Kasus korupsi seperti yang melibatkan Harvey Moeis dan Helena Lim menjadi pengingat akan bahaya laten praktik korupsi di Indonesia. Selain berdampak langsung pada kerugian negara, korupsi juga merusak tatanan sosial dan ekonomi masyarakat.

Dengan demikian, desakan untuk memperberat hukuman bagi pelaku korupsi menjadi relevan dan mendesak. Hukuman yang tegas tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga menjadi bentuk penghormatan terhadap prinsip keadilan.

Kasus ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga peradilan, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan efektif. Vonis ringan bagi koruptor tidak hanya mencederai keadilan, tetapi juga mengancam masa depan bangsa.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Ikuti kami :

Tags

Related Post

Ads - Before Footer