Aliefmedia, Jakarta – Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lakso Anindito, mengungkapkan bahwa alat bukti yang dimiliki oleh KPK dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sudah lebih dari cukup. Hal tersebut disampaikannya untuk merespons sidang praperadilan penetapan tersangka Hasto yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).
Menurut Lakso, fakta yang terungkap dalam proses praperadilan menunjukkan bahwa bukti yang dimiliki KPK telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. “Fakta-fakta praperadilan menunjukkan bahwa bukti permulaan yang dimiliki oleh KPK sudah melebihi kecukupan,” ujar Lakso dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (9/2/2025).
Kecukupan Bukti Berdasarkan UU KPK
Lakso menjelaskan bahwa sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang KPK, diperlukan minimal dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Dalam kasus ini, KPK telah menghadirkan berbagai bukti yang mendukung dugaan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Hasto. Termasuk di antaranya adalah bukti terkait upaya menghalang-halangi proses penyidikan.
“KPK menjabarkan berbagai bukti permulaan, bahkan termasuk bukti percakapan yang menjadi petunjuk adanya tindakan menghalang-halangi yang dilakukan Hasto,” ujar Lakso.
Pada sidang tersebut, tim biro hukum KPK juga memaparkan sejumlah dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, termasuk dugaan suap dalam proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Bantahan dari Kuasa Hukum Hasto
Namun, bantahan keras dilontarkan oleh kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, yang menolak tuduhan KPK soal keterlibatan kliennya dalam kasus tersebut. Ronny menyebutkan bahwa tuduhan KPK terkait upaya perintangan penyidikan maupun suap PAW tidak pernah muncul dalam sidang kasus suap eks Caleg PDIP Harun Masiku yang sudah memiliki putusan inkrah.
Ronny merujuk pada putusan sebelumnya yang melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio. Berdasarkan putusan tersebut, Ronny menyatakan bahwa Wahyu dan Agustiani adalah pihak yang menyuruh Harun Masiku untuk menghancurkan bukti berupa ponsel, bukan Hasto.
“Dalam putusan itu disampaikan bahwa saksi disuruh oleh dua orang tersebut agar Harun merendam ponselnya. Jadi, tidak betul bahwa Mas Hasto yang menyuruh tindakan itu,” ujar Ronny di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).
Bantahan soal Dana Suap
Selain itu, Ronny juga menampik tuduhan bahwa Hasto menyiapkan uang senilai Rp400 juta untuk mengurus penetapan PAW Harun Masiku. Menurutnya, dana tersebut merupakan inisiatif dari Harun sendiri. “Dalam putusan yang diuji secara terbuka, dana operasional tahap pertama itu berasal dari Harun Masiku,” tegasnya.
Ronny merinci bahwa uang sebesar Rp400 juta pertama kali dititipkan Harun kepada Kusnadi untuk diberikan kepada advokat Donny Tri Istiqomah. Dari jumlah tersebut, Rp100 juta digunakan untuk kebutuhan operasional, sementara sisanya sebesar Rp300 juta diserahkan kepada kader PDIP Saeful Bahri di Metropole Megaria. Kemudian, uang senilai Rp200 juta yang telah ditukarkan ke dalam bentuk dolar Singapura (SGD 19.000) diberikan kepada Wahyu dan Agustiani.
“Jadi, penting untuk kami sampaikan bahwa tuduhan bahwa uang tersebut berasal dari Mas Hasto tidak benar. Hal itu sudah diuji dalam persidangan,” tandas Ronny.
Proses hukum terkait kasus yang menyeret nama Hasto Kristiyanto ini masih terus bergulir dengan berbagai fakta yang diperdebatkan di persidangan. Sementara KPK mengklaim telah memiliki bukti yang cukup untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka, pihak pembela terus menyangkal tuduhan tersebut dengan merujuk pada putusan kasus sebelumnya. Apapun hasil akhir dari proses ini, masyarakat tentu berharap agar keadilan dapat ditegakkan dengan transparan dan sesuai dengan fakta hukum yang ada.