Aliefmedia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengeluarkan peringatan tegas kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) agar tidak menghalangi proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan pentingnya semua pihak untuk kooperatif dalam memberikan keterangan selama proses penyidikan berlangsung.
Larangan Mengatur Keterangan Saksi
Tessa Mahardhika menekankan bahwa tidak boleh ada pihak yang mencoba mengatur keterangan saksi atau menghalangi kehadiran mereka dalam penyidikan. “Tidak boleh ada pengaturan keterangan dan berusaha untuk menghalangi saksi hadir memberikan keterangan yang sebenar-benarnya,” ujar Tessa pada Rabu (15/1/2025).
Tessa juga mengingatkan bahwa tindakan tersebut dapat berujung pada jeratan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait upaya perintangan penyidikan. “Apabila itu dilakukan, maka dapat terkena ancaman pasal menghalangi penyidikan,” imbuhnya.
Pemanggilan Paksa Terhadap Saeful Bahri
Salah satu kader PDIP, Saeful Bahri, telah dua kali mangkir dari panggilan KPK. Menurut Tessa, jika Saeful kembali tidak hadir, penyidik akan mengambil langkah tegas berupa penjemputan paksa. “Karena ini sudah dua kali panggilan, maka penyidik dapat menjemput menggunakan surat perintah membawa kepada yang bersangkutan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Tessa menyatakan bahwa pihaknya belum menerima alasan resmi terkait ketidakhadiran Saeful dalam panggilan sebelumnya. Ketidakkooperatifan ini dapat meningkatkan risiko Saeful dijerat kembali sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan. “Kami mengimbau agar tidak melakukan tindakan yang dapat menghalangi proses penyidikan, termasuk memengaruhi saksi-saksi yang dipanggil oleh penyidik,” kata Tessa.
Hasto Ajukan Praperadilan
Sementara itu, Hasto Kristiyanto mengambil langkah hukum dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini didaftarkan dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. Langkah ini diambil Hasto untuk menanggapi tuduhan yang diarahkan kepadanya, termasuk dugaan perintangan penyidikan.
Salah satu tindakan yang diduga dilakukan Hasto adalah memerintahkan staf pribadinya untuk menginformasikan kepada Harun Masiku agar membuang ponselnya ke dalam air guna menghilangkan barang bukti. Atas dugaan ini, Hasto dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai suap dan perintangan penyidikan.
Selain itu, Hasto juga dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang yang sama, yang mengatur tindakan perintangan penyidikan. Hal ini membuat posisi hukum Hasto semakin terjepit di tengah upaya KPK untuk mengusut tuntas kasus ini.
Komitmen KPK Mengusut Kasus Korupsi
KPK menegaskan komitmennya untuk menindak tegas siapa saja yang mencoba menghalangi proses hukum. Lembaga antirasuah ini tidak akan mentolerir tindakan yang menghambat pemberantasan korupsi, termasuk upaya memengaruhi saksi atau menghilangkan barang bukti.
Dengan berbagai langkah hukum yang sedang berjalan, publik menanti perkembangan lebih lanjut dari kasus ini. KPK diharapkan tetap konsisten dan transparan dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antikorupsi ini.
Kasus yang melibatkan Hasto Kristiyanto menjadi ujian bagi PDIP dan KPK dalam menunjukkan komitmen masing-masing terhadap penegakan hukum di Indonesia. Semua mata kini tertuju pada jalannya proses hukum yang tengah berlangsung. Apakah keadilan akan ditegakkan tanpa intervensi? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.