Aliefmedia, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah akan mulai dilaksanakan pada Senin, 6 Januari 2025. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, terutama mereka yang berada di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi. Namun, pelaksanaan program ini mendapat perhatian serius dari Komisi IX DPR RI, khususnya terkait anggaran per porsi makan.
Gambar Istimewa : realitarakyat.com
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKB, Zainul Munasichin, menyampaikan catatan penting terkait penetapan anggaran Rp10.000 per porsi yang dinilai masih belum memadai. “Terkait anggaran per porsi Rp10 ribu, menurut saya itu belum dibicarakan secara rinci dengan DPR, khususnya Komisi IX. Saat presentasi sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) membuat proyeksi anggaran sebesar Rp15 ribu per porsi, walaupun memang anggaran tersebut bisa bervariasi antar daerah,” ujar Zainul pada Minggu (5/1/2025).
Anggaran Rp10.000 Dinilai Belum Memadai
Zainul menyoroti bahwa anggaran Rp10.000 per porsi sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi minimum anak-anak, terutama di luar Pulau Jawa, di mana harga bahan pokok lebih tinggi. “Hitungan kami, dengan Rp10 ribu per porsi, kemungkinan susu belum masuk ke dalam komponen menu. Kalau susu dimasukkan, jelas anggaran itu tidak cukup,” ungkap Zainul.
Ia juga menambahkan bahwa biaya pokok seperti karbohidrat dan sayuran di daerah terpencil cenderung lebih mahal dibandingkan di Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu ada revisi anggaran agar menu yang disajikan dapat memenuhi standar gizi minimum.
Usulan Kajian Ulang Anggaran
Zainul menegaskan pentingnya mengkaji ulang anggaran program MBG. Ia menyebutkan bahwa setiap porsi makan harus memenuhi standar gizi yang mencakup karbohidrat, protein, kalsium, serat dari buah, dan komponen lainnya. “Anggaran Rp10 ribu mesti didiskusikan ulang. Ini soal standar gizi minimum yang harus dipenuhi dalam setiap porsinya,” jelasnya.
Lebih jauh, Zainul berharap bahwa pemerintah dan Badan Gizi Nasional dapat melibatkan DPR dalam penyusunan kebijakan ini agar program berjalan efektif dan tepat sasaran. “Kita harus memastikan bahwa program ini benar-benar memberikan manfaat nyata bagi anak-anak, khususnya di daerah-daerah dengan akses pangan yang sulit,” katanya.
Tantangan Pelaksanaan di Daerah
Selain masalah anggaran, pelaksanaan program ini juga diprediksi akan menghadapi tantangan logistik, terutama di daerah terpencil. Infrastruktur yang kurang memadai dan distribusi bahan makanan yang tidak merata bisa menjadi hambatan. Untuk itu, diperlukan strategi yang matang agar program ini berjalan lancar.
Program MBG sejatinya merupakan langkah positif dari pemerintah dalam menangani masalah gizi buruk di Indonesia. Namun, dengan berbagai catatan yang diberikan Komisi IX DPR, penyesuaian dan evaluasi mendalam harus dilakukan agar tujuan program dapat tercapai.
Harapan ke Depan
Komisi IX DPR mendorong agar pemerintah memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan program MBG. Revisi anggaran dan penyusunan kebijakan yang melibatkan berbagai pihak diharapkan dapat memastikan bahwa program ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga membawa perubahan signifikan bagi anak-anak Indonesia. Program ini adalah investasi masa depan bangsa, dan setiap langkah harus diambil dengan penuh tanggung jawab.