Aliefmedia, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold telah mencuri perhatian publik. Keputusan yang dianggap monumental ini dinilai banyak pihak sebagai langkah strategis menuju demokrasi yang lebih inklusif dan kompetitif. Berbagai pakar hukum dan pemerhati politik menyambut baik langkah ini karena diharapkan mampu mencegah munculnya calon tunggal dalam Pilpres 2029 dan meningkatkan partisipasi pemilih.
Gambar Istimewa : fajar.co.id
Mengatasi Kekhawatiran Calon Tunggal
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menyampaikan pandangannya mengenai potensi dampak positif dari putusan ini. Ia menggarisbawahi kekhawatiran yang muncul akibat tingginya jumlah calon tunggal dalam Pilkada 2024, yakni sebanyak 37 pasangan calon. Dalam wawancara via telepon pada Jumat (3/1), ia menegaskan bahwa dengan keberadaan ambang batas, calon tunggal presiden di Pilpres bukanlah hal yang mustahil. “Keputusan ini menjadi langkah besar untuk menjamin keberagaman kandidat pada pilpres mendatang,” ujarnya.
Landasan Hukum Putusan MK
Putusan MK ini mengacu pada gugatan yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dengan Nomor Perkara 62/PUU-XXII/2024. Gugatan tersebut menyoal Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mensyaratkan dukungan minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional bagi calon presiden. MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, moralitas, serta Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Khoirunnisa menambahkan bahwa putusan ini berpotensi mengubah dinamika politik yang selama ini didominasi oleh koalisi besar antarpartai. Dengan dihapuskannya ambang batas pencalonan, partai politik kini memiliki peluang untuk membangun koalisi yang lebih alami, berfokus pada figur calon yang memiliki kompetensi nyata.
Menjaga Kompetisi Politik yang Sehat
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, turut memberikan tanggapan positif. Menurutnya, penghapusan ambang batas ini akan mendorong partai politik untuk lebih selektif dalam mengusung calon. “Figur yang memiliki rekam jejak baik dan kredibilitas tinggi akan lebih diutamakan, sehingga persaingan politik menjadi lebih sehat,” ungkapnya melalui pesan suara WhatsApp pada Jumat (3/1).
Namun, Feri juga mengingatkan bahwa putusan ini bukanlah solusi instan untuk menghapus praktik dinasti politik. Kendati demikian, ia optimistis bahwa langkah ini akan membuka ruang bagi kemunculan calon alternatif yang benar-benar mendapatkan dukungan luas dari rakyat.
Tanggapan Pemerintah
Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan akan menghormati putusan MK tersebut. Yusril menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945. “Pemerintah tidak memiliki pilihan selain melaksanakan keputusan ini sesuai dengan konstitusi,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Langkah Besar untuk Demokrasi Indonesia
Putusan MK ini dinilai sebagai tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Dengan peluang yang lebih terbuka untuk berbagai kandidat, rakyat memiliki lebih banyak pilihan, sehingga legitimasi presiden terpilih diharapkan semakin kuat.
Para pengamat sepakat bahwa putusan ini adalah sinyal positif bagi demokrasi konstitusional di Indonesia. Partisipasi masyarakat dalam proses politik, termasuk dalam melindungi dan mengawal implementasi putusan ini, menjadi sangat penting untuk mewujudkan masa depan politik yang lebih sehat dan inklusif.
Dengan arah baru yang ditetapkan MK, Pilpres 2029 diharapkan menjadi ajang kompetisi yang lebih adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.