Aliefmedia, Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan aset properti melalui sertifikasi tanah berbasis digital. Dari total 126 juta bidang tanah yang ada di Indonesia, sebanyak 120 juta bidang telah terdaftar. Namun, hanya 95,5 juta bidang tanah yang telah memiliki sertifikat, dan baru sekitar 25% yang terdigitalisasi.
Menurut Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Asnaedi, proses sertifikasi tanah kini diarahkan pada sistem digital untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Gambar Istimewa : irmadevita.com
“PTSL kita tetap berjalan, tetapi prioritasnya adalah meningkatkan kualitas. Hingga saat ini, kami telah menghasilkan hampir 100 juta sertifikat, dan kualitasnya akan terus ditingkatkan. Selain itu, proses alih media sedang kami lakukan. Kami perkirakan pada tahun 2026 seluruh sertifikat akan terdigitalisasi, dan pelayanan elektronik bisa dilaksanakan secara masif,” ujar Asnaedi saat memberikan keterangan di kantor ATR/BPN, Senin (20/1/2025).
Progres Digitalisasi
Meskipun proses digitalisasi sertifikat tanah menunjukkan kemajuan, jumlahnya masih tergolong kecil. Hingga saat ini, hanya 25% dari total sertifikat tanah yang sudah terdigitalisasi. Asnaedi optimis bahwa dalam satu tahun ke depan, angka ini akan meningkat secara signifikan.
“Dalam waktu 8 bulan, kami berhasil mencapai 25%. Kami memperkirakan, pada akhir tahun ini, lebih dari 50% sertifikat tanah akan terdigitalisasi. Ini adalah pencapaian yang cukup cepat,” tambahnya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menargetkan digitalisasi sertifikat tanah akan mencapai 100% pada tahun 2026 atau 2027. Sementara itu, proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) akan tetap dilakukan secara paralel dengan alih media digital.
Manfaat Sertifikat Elektronik
Salah satu keunggulan dari sertifikat elektronik adalah kemudahan akses dan keamanan data. Dengan sistem ini, masyarakat tidak perlu lagi menyimpan dokumen fisik yang rentan terhadap kerusakan atau kehilangan. Asnaedi menjelaskan bahwa sertifikat digital akan memberikan pengalaman baru bagi pemilik tanah.
“Saat ini, data analog masih berada di tangan masyarakat. Data tersebut harus dibawa ke kantor untuk divalidasi dan dialihmediakan. Nantinya, masyarakat tidak perlu memiliki sertifikat fisik karena semua sudah benar-benar digital. Kita tinggal memiliki brankas elektronik. Pemilik tanah dapat membuka sertifikat mereka kapan saja melalui sistem ini,” jelasnya.
Tantangan dan Harapan
Proses alih media dari sertifikat fisik ke digital memang bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah validasi data analog yang memerlukan waktu dan ketelitian tinggi. Namun, dengan upaya konsisten dari pemerintah, diharapkan seluruh proses ini dapat rampung sesuai target.
“2025 adalah tahun transisi di mana pendaftaran tanah sistematis tetap dilakukan sambil mempercepat alih media. Setelah semua terdigitalisasi, masyarakat akan benar-benar menikmati layanan yang serba digital tanpa perlu mengunjungi kantor BPN lagi,” tambah Asnaedi.
Dengan sistem digital ini, pemerintah berharap dapat menciptakan transparansi, efisiensi, dan kemudahan dalam layanan pertanahan. Digitalisasi sertifikat tanah merupakan langkah besar menuju modernisasi administrasi publik di Indonesia.
Transformasi digital dalam pengelolaan sertifikat tanah menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. Dengan target 100% digitalisasi pada tahun 2026-2027, era baru pelayanan pertanahan berbasis teknologi semakin dekat. Kini, masyarakat hanya perlu bersiap menikmati kemudahan dan keamanan dari sistem sertifikat elektronik ini.